003

03 Januari 2020

Hi!
Hari ini hari ketiga di tahun 2020 ini!

00.00.
Malam Jum'at pertama di tahun ini. Masih terjaga, scrolling linimasa Twitter, mencoba mencari hal yang baru, selain banjir, gojekan para alim, dan bulu-bulu kehidupan. Buka Youtube, melihat video rekomendasi yang menurutku menarik. Ga nemu haha. Akhirnya kuputuskan untuk mencari musik yang beraliran bluegrass, sembari mengingat-ingat apa yang telah kujalani di tanggal pertama di tahun ini.

Hampir satu jam kemudian barulah kuputuskan untuk membalas pesanmu, yang baru kubaca di hari ini. Basa basi busuk lah, ga punya topik yang bagus buat diobrolkan hahaha. Ga berharap banyak malem itu langsung dibalas, karena udah jam segini, dan hari ini masih hari kerja. Asumsiku, kamu udah terlelap. 20 menit kemudian, ada notifikasi whatsapp, kupikir dari beberapa grup unfaedah yang anggota grupnya sering ngalong di malam hari. Setelah kulihat, ternyata notifikasi darimu.

Cukup bersemangat untuk membalas pesanmu, cuman ga punya topik berbobot yang bisa kudiskusikan denganmu. Balesannya pendek-pendek, aku kan bingung mau balesin apa wkwk. Berakhir dengan curhat colongan, kuceritakan semua apa yang telah kumimpikan tentang dirimu beberapa saat yang lalu, mulai mimpi saat lamaran, resepsi, bahkan mimpiku yang baru saja kualami semalam, mimpi saat akadmu bersama calon suamimu kelak. Mimpi yang dimana semua terlihat nyata, bahkan aku yang (mungkin) tak diundang untuk mendatangi ketiga acara sakral tersebut.

Biarlah mimpi indah itu tetap menjadi bunga tidur yang bisa membuai si pemimpinya. Jika kabar baik mendatangiku, sebisa mungkin aku akan menghormati hal itu, seburuk apapun kondisinya. Jika tanpa ada kabar pun, do'a yang terbaik, insyaallah, akan meluncur, terbang melesat menembus batas ruang dan waktu. Sebaik apapun dirimu, kita pernah meneteskan airmata, satu sama lain. Seburuk apapun dirimu, engkau pernah menjadi bagian dari perjalanan hidupku. Engkau, yang saat ini sedang bersama orang lain, pernah menemaniku tak hanya disaat aku duduk manis di sofa yang empuk, bahkan saat hancur berkeping-keping sekalipun.

03.00.
Pesan yang tertuju kepadamu masih terlihat belum terbaca. Sudah tertidur, pikirku. Aku mencoba jujur kepadamu, kuceritakanlah semua perasaanku. Apapun yang terjadi, akankan engkau iba, sekadar ingin menenangkan hatiku, ataukah malah mencaci-maki apa yang telah kucurahkan melalui tulisan itu, aku tak peduli. Aku hanya ingin engkau tahu, apa yang saat ini ada di pikiranku, entah apapun penilaianmu kepadaku. Pagi yang cukup bergejolak itu berakhir dua jam kemudian, dimana aku memaksakan diri untuk memejamkan mata, melepas semua beban ada di jiwa dan raga.

5 jam kemudian aku bangun, bergegas meraih gawai yang tak jauh dariku. Lampu di ujung perangkat itu berkedip-kedip, menandakan ada notifikasi dari aplikasi, yang belum terbaca. Kubuka whatsapp, salah satunya ada pesan darimu. Tak menunggu lama, kubaca pesanmu. As usual, jawaban darimu pendek-pendek, membuatku mati kutu, tak bisa segera untuk membalas pesanmu. Sampai dengan saat tulisan ini dibuat, pesanmu masih belum terbalas. Atau bahkan pesan darimu ini menjadi pesan terakhir yang tidak kubalas? Entahlah.

Hari ini hari Jum'at, dimana sholat Dzuhur digantikan dengan sholat Jum'at. Bergegas membersihkan diri dan bersuci, untuk segera berangkat ke masjid terdekat. Selesai jum'atan, mumpung si Gembul lagi tidur, kusempatkan barang sebentar untuk melayat ke rumah salah satu saudara, yang ayahnya baru saja meninggal dunia di malam Natal. Selepas dari sana, sebenarnya cukup mengantuk, tetapi aku punya tanggungan untuk menyelesaikan tulisan hari kemarin, yang belum kusentuh sama sekali. Apa daya, godaan untuk memantau linimasa Twitter lebih besar daripada menulis catatan harian, yang sebenarnya sudah kujanjikan pada diriku sendiri, di tahun ini, tiap hari harus menghasilkan satu tulisan ternyata perjalanan hidupku pada hari itu, selama 366 hari (ya, tahun ini bertambah sehari, karena akumulasi ¼ hari selama 4 tahun yang digenapkan di tahun kabisat ini). Dan berakhir dengan tanpa ada tambahan paragraf di tulisan itu.

Hingga menjelang Isya, kegiatanku di rumah hanyalah bermain dengan si Gembul. Bermain kesana kemari, berguling-guling di kasur depan televisi, tanpa gawai, cukup membuatku lupa akan hal semalam yang telah ku utarakan kepadamu. Setengah jam kemudian, jalan-jalan ke alun-alun kota, bermain sebentar disana, dan kemudian pulang ke rumah, untuk mengganti kendaraan, yang tadinya naik sepeda motor, sekarang menggunakan mobil. Tujuan pertama saat itu adalah ke rest area Karangploso, dimana banyak wahana permainan disana yang cukup menghibur. Lega rasanya melihat anak yang bahagia, tanpa beban menikmati masa kecilnya.

Lelah bermain, kuajak dia bersama kakeknya menuju ke warung saudara yang berada tak jauh dari situ. Mantan chef beberapa hotel ternama berkelas internasional yang memutuskan berdikari, menghabiskan seluruh waktunya untuk menjadi bos sendiri, apapun keadaannya. Disana, ngobrol panjang lebar, basa-basi menanyakan keadaan keluarga, membahas keadaan ekonomi saudara, hingga kecelakaan tunggal yang barusan kualami di akhir tahun lalu, sembari menikmati STMJ hangat yang sudah disajikan. Tepat pada pergantian hari, kami memutuskan untuk pulang, hari sudah larut, lagi pula anakku juga sudah mengantuk.

Dan, pesan darimu masih belum bisa kubalas.

Komentar