N, I have no idea what this notes should be named.

Hi!
Hari yang melelahkan, sekaligus hari yang menyenangkan. Hari ini, dengan tanpa banyak pertimbangan aku memutuskan untuk pulang ke Malang, setelah 3 hari berturut-turut banyak kesibukan di rumah. Hari Minggu gagal karena ada kerjaan di kantor, di hari Senin dan Selasa ada kerjaan di rumah.

Banyak yang bertanya-tanya, kenapa pagi ini aku harus pulang ke Malang, sementara malam harinya harus masuk kerja, shift malam. Banyak alasan yang memaksaku untuk pulang. Pertama, harus ngambil jaket yang ketinggalan di rumah. Kedua, ada janji dengan salah satu teman di Malang untuk mbenerin notebooknya yang rusak. Ketiga, ini sebenernya udah masuk rencana yang udah agak lama, tapi ga pernah kesampaian, ketemu mantan.

Ya, ketemu mantan. Kalian ga salah baca kok. Jujur meskipun aku udah menikah dengan istriku yang sampai saat ini setia menemaniku, tapi aku masih ada rasa ke dia yang udah kutinggalkan. Entah, rasa ini susah dijelaskan, entah rasa sayang, entah rasa kangen, entah rasa bersalah karena ninggalin dia, entah rasa apalagi. Strawberry, maybe? Hahaha.

3 tahun bersama, dulu, rasanya cukup untuk mendeskripsikan apa yang namanya pacaran. Senang, susah, bahagia, sedih, berjalan beriringan selama itu. Jujur, saat itu aku merasa bahwa hubungan ini adem ayem aja, meskipun beberapa dibumbui dengan drama-drama ga penting yang melibatkan pihak ketiga, if you know what I mean.

Tapi dengan adem ayemnya hubungan ini, I get bored quickly, you know. Aku tipe orang yang mudah bosan dengan hal-hal yang itu-itu aja. Mulailah dengan playing victim, blaming, seolah-olah semua kesalahan yang ada, itu salahmu. Dan akupun mulai membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain, seolah orang lain jauh lebih sempurna daripada dirimu. Maaf untuk hal bodoh ini.

I was wrong. Beberapa kali aku minta putus, tanpa alasan yang jelas, tapi kamu dengan hatimu yang (saat itu) tulus kepadaku, selalu bilang, "Enggak, aku masih ingin jalan sama kamu, apapun alasannya". Terakhir kali aku meminta putus, kamu masih belum rela melepaskanku, meskipun di akhir cerita kau melepasku seutuhnya.

Aku baru sadar bahwa kamu begitu berharga ketika saat aku telah benar-benar kehilanganmu. Kamu ga tergantikan. Kamu seseorang yang ga bisa digantikan oleh siapapun. Ya, memang, setiap manusia mempunyai karakternya masing-masing, dan kehidupan tidak sesempurna Romeo dan Juliet, tapi gak salah kan ngarep kayak gitu? Merasa bersalah banget dulu ga bisa membahagiakan kamu, dan ketika semuanya telah hilang, rasa itu malah datang dan semakin menjadi-jadi.

Penyesalan selalu datang belakangan. Pepatah lama yang tak lelang oleh waktu ini terjadi pada diriku. Tapi kehidupan terus berjalan. Dan kamu pun kayaknya udah bahagia dengan jalan hidupmu saat ini. Bertemu orang yang menyayangimu, bisa membahagiakan kamu, yang mungkin semua itu ga ada di aku saat kita bersama dulu. Cuman kamu yang bisa merasakan, siapa seseorang yang bisa mengerti kamu. Ya, semoga kalian bisa dipersatukan atas nama agama, dan hidup bahagia sampai kematian yang memisahkan. Itu doaku untuk kalian berdua, tulus dari hati.

Eh, kembali ke topik deh, kejauhan ini flashback nya hahaha.

Jadi gini, beberapa bulan yang lalu, dia ini minta sesuatu yang sebenernya cukup mudah diturutin, tapi seperti yang kalian baca tadi, pingin ketemuan aja susahnya minta ampun, ga pernah kesampaian. Ya ada aja sih alasannya, aku ga mau ketemuan sama dia, tapi ada istriku disitu. Ya sebenernya mungkin aja sih, cuman apa ya aku tega buat nyakitin istriku sendiri? Alasan yang lain, aku pengennya sih ketemuan berdua aja, ga ada orang lain yang nemenin kita, entah temen ataupun pasangan. Dulu pernah ketemuan, saat dia masih sendiri, dia nya ditemenin sama temennya, kan canggung jadinya wkwk. Pernah suatu waktu aku tanya ke dia, mau ga ketemuan lagi, dia mau, tapi ditemenin pacarnya. Mau ngomong apa aku pas ketemu dia kalau dianya bareng sama pacarnya? Bengong dong hahaha. Itu yang bikin sampai hari ini aku ga ketemu sama dia.

Tapi hari ini aku udah tekad mau ketemu, apapun alasan dan hasilnya. Pagi hari, aku udah pamit istri untuk pulang ke Malang, dengan alasan-alasan diatas, yang tentunya ga bilang kalau mau ketemuan sama mantan. Bunuh diri kalau bilang itu hahaha. Sebenernya agak ga tega mau ninggalin istri sendirian di rumah, apalagi dia lagi ada masalah sama bisnisnya, tapi kesempatan ga datang dua kali, dan saat ini adalah waktu yang tepat, menurutku.

Tepat jam 10 pagi, pesen sesuatu buat dia, yang udah kujanjiin beberapa bulan yang lalu, nyampe rumah jam 11an, langsung berangkat ke terminal untuk naik bus menuju Malang. Beberapa saat setelah aku pesen sesuatu itu, aku kabarin dia, "Hari ini ada waktu untuk ketemu kah?", sambil berharap dia beneran punya sedikit waktu untuk ketemu aku hahaha. Di dalam bus, beberapa kali chat dia, sambil sedikit mengenang masa lalu. Aku membayangkan bagaimana tersenyumnya bibir ini ketika bisa melihat dia secara langsung, live!

Sampai di Malang, disambut mendung yang cukup kelam. Hampir 1 jam menunggu di dekat Terminal Arjosari, akhirnya datang juga teman yang menjemput. Berjalan tenang menyusuri jalan, ditemani rintik-rintik hujan yang menambah syahdu suasana. Hpku berbunyi, pesan masuk dari dia, "Aku bisanya agak sorean", ya udah, habis maghrib'an ya, begitu jawabku.

Di rumah cukup lama, mbenerin notebook temen yang tadi menjemputku di terminal, hujan reda, dan ga terasa jarum jam udah di angka 5, dan kerjaan belum juga selesai, aku sedikit khawatir dengan waktu yang berjalan sangat cepat, mengingat jam setengah 7 aku harus udah ada di terminal, untuk mengejar bus dan kembali ke perantauan.

Alhamdulillah ketika maghrib berkumandang, kerjaan sudah selesai, ya, meskipun belum sempurna, tapi temenku paham kalau aku agak keburu untuk pulang ke perantauan, dan dia bisa menyelesaikannya sendiri, tinggal sedikit sentuhan akhir aja. Setelah mandi, maghrib'an, dengan setengah terburu-buru aku dianter temanku berangkat menuju warung kopi tempat kami janjian. Disana aku ketemu dia, bersama pacarnya. Ga kaget sih, sebelumnya dia udah bilang kalau kesana sama pacarnya, and it's okay. Say hallo to them, bring those something to her, and ride away. Hanya beberapa menit, bahkan mungkin ga ada 2 menit bertemu, but it's awesome! Honestly, it's awkward, but awesome. Hanya nyerahin sesuatu, lalu pamit untuk mengejar waktu. Tak ubahnya seorang pengemudi ojek daring yang menyerahkan pesanan si pemesan, yang udah dibayar menggunakan uang elektronik. Ya, itu hal yang aku lakukan tadi.

Tapi aku bahagia. Meskipun dengan waktu yang hanya beberapa menit, itu bisa membuatku bahagia. Bisa menggenggam tanganmu, tersenyum padamu, seperti dulu. Bahkan aku bahagia melihat dirimu bahagia dengan pacarmu saat ini.

Aku pulang dengan damai. Aku bisa tidur dengan tersenyum. Aku kalah, tetapi aku menang. Aku kalah dalam mengambil hatimu, tetapi aku menang sudah bisa berdamai dengan diriku sendiri. Aku ikut berbahagia ketika melihat dirimu bahagia, bahkan ketika bahagiamu dengan orang lain.

Dalam perjalanan pulang, aku bisa tidur dengan tersenyum. Ga pernah sebahagia ini. Sampai kantor pun aku masih tersenyum sendiri, membayangkan betapa bahagianya dirimu saat ini. Malam ini kerja dengan semangat yang berlipat ganda, belum pernah terjadi sebelumnya. Sesekali melihat foto profilmu di aplikasi perpesanan instan, sambil menunggu kamu bangun untuk melihat pesanku.

Subuh, kamu membalas pesanku, dan kita berdua saling berinteraksi, apa yang terjadi setelah kita ga bersama. Ingatanku kembali ke masa itu, masa disaat kita masih bersama, dan aku harus jujur bahwa semua itu terjadi karena kesalahanku, yang sampai saat ini akupun masih belum bisa memaafkannya.

Ga terasa, air mata menetes, mengingat-ingat masa bahagia itu. Tetapi, air mata kenangan masa lalu itu ga bertahan lama ketika aku tahu kau akan menjual jam tangan pemberianku. Aku merasa sangat marah saat kau punya pemikiran seperti itu, hanya karena jam tangan itu menyebabkan gesekan antara dirimu dengan pacarmu. No, bukannya aku sayang terhadap jam itu, toh juga sudah kuberikan kepadamu. Bukannya aku ga bisa beli lagi jam seperti itu, toh jika kau minta saat ini untuk membelikan jam tangan seperti itu, atau bahkan lebih mahal daripada itu, jangankan satu, sepuluh pun akan kuberikan, apalah arti nominalnya kalau kamu bahagia. Aku marah karena kamu ga menghargai pemberian. Just it. Aku lebih suka kamu ga menggunakan jam itu sama sekali tetapi jam nya masih kamu simpan dengan baik. Cuman satu hal itu yang bisa membuatku masih bisa mengingatmu dengan baik sampai dengan detik ini, dan jam itu (mungkin) bisa menjadi pengingatmu bahwa ada kisah perjalanan cinta kita di masa lalu. Andai jam itu udah ga ada di kamu saat ini, apalagi hal yang bisa membuat kamu bisa mengingat aku? Nothing. Ga ada. Aku yakin itu.

Tapi apalah aku. Seandainya kamu tetap bersikukuh untuk menjual jam itu, ya itu hak kamu dong. Go on, make it cash. Dan ketika kamu telah menikah nanti, aku ga yakin juga jam itu akan masih tetap ada. Entah berakhir di etalase Bapak, bersandingan dengan jam tangan lainnya, yang siap menunggu pembeli yang tertarik, ataukah berakhir di tempat sampah, dengan strap yang putus dimakan tikus. Hahaha. I just wanna laugh about it.

Eh, you know what? Jauh sebelum kamu bilang kalau kamu akan menjual jam itu, sebenernya aku udah punya rencana untuk membelikan jam yang sama untuk pacarmu, sebagai kado pernikahanmu, supaya kalian berdua bisa memakainya bersama. Ga ada niatan apa-apa sih dari rencana ini, cuman biar kalian bisa pakai jam kembar aja gitu maksudku, dan sebagai apresiasiku ke dia, ucapan terima kasih telah menjadi seseorang yang berarti untukmu. Tapi melihat respon pacarmu tentang jam itu, dan rencana konyolmu terhadap jam itu, aku ga bisa berkata-kata lagi. Biarlah rencana ini kusimpan sendiri, terbawa sampai mati.

Dan, rencana tetaplah rencana. Bisa jadi tak terlaksana. Wallahu'alam.

Kelihatannya, kamu sudah terlihat serius dengan dia. Aku ikhlas kok. Selama kamu bahagia, aku ikhlas. Ya, saat aku mendengar dirimu sudah mempunyai rencana untuk menikah dengan dia, ak menangis, memang. Tapi aku berbesar hati, aku menganggap itu sebagai hal yang wajar, yang akan dan harus kamu lewati. Sedikit aja pesan untuk kalian berdua, menikah itu ga hanya menyatukan kalian, tetapi juga menyatukan kedua keluarga besar kalian. Gesekan selama berumahtangga itu hal yang biasa, hadapi dengan kepala dingin, selesaikan berdua, dan ketika keluar dari rumah, masalah kalian selesai. Sedikit demi sedikit kalian akan tahu dinamika kehidupan berumahtangga.

Salam untuk pacarmu.
Dari mantanmu.

Komentar